Catatan Hati Seorang Interisti

Catatan Hati Seorang Interisti,
August, 20 2016 to May, 11 2017

Musim ini, musim 2016/2017 adalah salah satu musim terberat yang penulis pernah alami selama menjadi seorang pecinta sepak bola. Musim ini juga terasa jauh berbeda dengan ekspektasi penulis, musim 2015/2016 yang berakhir duduk di peringkat 4 seakan menjadi isyarat kembali nya kemegahan Inter ke level yang semestisnya, namun sekali lagi masih jauh dari harapan. Entah, mungkin saat itu penulis menilai sesuatu terlalu objektif sehingga melupakan aspek lain dalam sebuah tim sepak bola. Jauh sebelum musim ini bergulir, isu - isu tentang akuisisi Suning Group terhadap saham major Erik Thohir berkembang di media. Isu tersebut terealisasi setelah Inter melalui laman resminya mengkonfirmasi perihal tersebut, tentu Pro dan Kontra tentang akuisisi tersebut berkembang beberapa saat kemudian. Penulis sendiri menanggapi hal tersebut dengan sedikit kagok atau kaget karena penjualan saham Erik Thohir ini terkesan mendadak, akan tetapi penulis tetap menanggapi hal tersebut sebagai sesuatu yang positif. Kehadiran Suning Group seyogyanya mampu memberikan angin segar terhadap anggaran Inter, selain itu gelontoran dana dari Suning Group juga diharapkan mampu membuat Inter sedikit bersaing di mercato. Namun, kehadiran Suning juga hadir sebagai penanda berakhirnya kerja sama antara Roberto Mancini dengan Inter, secara resmi Mancini menyatakan pengunduran dirinya mengikuti rentetan hasil buruk selama tour pra musim. Selain hal tersebut, media - media ternama menyebutkan adanya faktor lain di balik pengunduran Mancini, faktor tersebut di yakini sebagai perselisihan antara Mancini dan manajemen Inter, perselisihan di duga akibat ke salah fahaman dalam kebijakan pembelian pemain. Suning Group secara terbuka  menginginkan pemain - pemain muda berkompeten, sementara Mancini menginginkan beberapa pemain senior untuk mengisi skuad. Permasalahan perihal kesalah fahaman tersebut berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama, dampak dari perselisihan tersebut berakibat pada kinerja tim yang berakhir dengan rentetan kekalahan selama tour pra musim.

Berita pengunduran diri Mancini menyebar, dan kembali, Pro dan Kontra mewarnai drama kali ini. Menurut penulis, Mancini tetaplah pelatih terbaik untuk Inter, sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa Inter telah melakukan lebih dari 5 kali pergantian pelatih. Tetap, hanya Mancini yang mampu membawa Inter berada di posisi paling tinggi meskipun dengan pemain - pemain ala kadarnya. Di sisi lain, managemen Inter seharusnya memberi dukungan akan keputusan pelatih karena pada dasarnya pelatih lebih mengetahui kebutuhan tim. Hal ini dapat di buktikan dengan pembelian Gabriel Barbosa, dibeli dengan mahar dan gaji tinggi berakhir flopp.  

Move on dari Mancini, situasi mulai memanas dan bisa dikatakan berada di dalam tahap kacau, ditambah lagi tekanan dari media - media tentang berita - berita miring seputar tim. Inter menunjuk Frank De Boer sebagai pengganti Mancini 2 minggu sebelum musim 2016/2017 bergulir, menurut penulis penunjukan De Boer adalah tindakan panik tanpa perhitungan. Kedatangan De Boer sendiri tak mampu menyalamatkan Inter dari situasi tertekan, situasi tersebut memaksa skuad Inter mengawali musim dengan rentetan - rentetan kekalahan. Dalam hal ini, bisa di katakan serba salah untuk menyalahkan rentetan hasil negatif tersebut kepada De Boer, why? De Boer datang 2 minggu sebelum kompetisi di mulai, keterbatasan ilmu dan pengalaman tentang budaya sepak bola Italia, kemampuan penggunaan bahasa (De Boer belajar/kursus bahasa Italia hampir setiap hari sebelum latihan), dan alasan yang terakhir ialah ia menggunakan skuad yang bukan skuad miliknya. Secara keseluruhan, Inter, staff, manajamen, pelatih, dan pemain belum siap menyambut kompetisi baik secara fisik dan mental, apalagi dengan gencarnya media menekan Inter dengan muatan - muatan negatif membuat tim lelah. Inter went to pieces

Situasi yang tak kunjung membaik berdampak pada rentetan hasil negatif pertandingan Inter, rentetan hasil negatif tersebut sekaligus membuat Inter kewalahan menembus 10 besar. Benar - benar waktu yang tepat sebagai sumber guyonan untuk pendukung tim lain. Tak kalah menyedihkan, pertandingan antar klub Eropa di Europa league juga tak kalah tragis dari kompetisi lokal. Inter menduduki posisi dasar klasemen di penyisihan group mengikuti hasil negatif termasuk kekelahan tatkala berjumpa  tim asal Israel di kandang. Asa sebenarnya sempat muncul ketika Inter memukul Juventus 2-1 di kandang, pemain dan pelatih bermain seakan mengerti apa arti dari Inter. Kembali, hasil negatif kembali mengikuti Inter pasca kemenangan atas Juventus, hal ini masih menjadi bukti tidak konsisten nya performa Inter.

Situasi tetap sama, tak berubah. Bahkan situasi ini di perparah dengan perselisihan antara De Boer dan Brozovic yang berakhir pada jatuhnya sanksi terhadap Brozovic.  Beberapa sumber mengatakan bahwa selain Brozovic, dipercayai ada beberapa pemain Inter membangkang De Boer. Situasi ruang ganti Inter pun memanas, tak jarang pemain juga kurang menunjukan sikap profesionalitas mereka sebagai atlet. Satu dari sekian yang sangat di sayangkan adalah peran captain, hal ini membuat penulis bertanya - tanya akan penujukan Icardi sebagai captain. Di bandingkan dengan Icardi, pemain seperti Handanovic ataupun Miranda bisa dikatakan lebih memenuhi kualifikasi sebagai captain. Icardi mengemban ban captain sejak musim 2015/2016 satu tahun setalah memperbaharui kontraknya bersama Inter, akan tetapi, tepat awal musim 2016/2017 kembali agen yang sekaligus istrinya meminta perpanjangan kontrak dan juga kenaikan gaji. Hal ini membuat managemen Inter membutuhkan waktu beberapa saat sembari mempertibangkan, sementara itu, sang agen pemain bebas bernarasi tentang masa depan pemain. Bagaimana dengan si pemain pada saat itu? Diam dan terlalu sibuk dengan dunia maya, sangat jauh dari kata tepat untuk seorang captain. Terlepas dari masalah kenaikan gaji di awal musim, Icardi merilis buku Autobiografi yang menimbulkan kontroversi lain. Jika di pikirkan kembali, hingga saat ini belum ada pencapaian yang di dapatkan oleh Icardi atau bahkan kontribusi besarnya untuk mengangkat Inter kembali. Situasi yang masih panas nampaknya membuat penggemar geram, apalagi di perparah dengan pernyataan negatif Icardi menyangkut penggemar garis keras Inter Curva Nord 69. Pernyataan negatif tersebut menyulut kemarahan penggemar garis keras Inter yang mana mereka menyatakan bahwa Icardi bukanlah captain mereka. Terlepas dari kontroversi - kontroversi diatas, dapat di simpulkan bahwa Icardi "belum" terlalu matang untuk menjadi pemimpin tim, selain itu, yang dibutuhkan Inter adalah orang - orang yang benar - benar berkarakter, berjiwa kuat untuk memimpin tim, dan Inter tentu membutuhkan sesuatu yang hilang sejak tidak adanya lagi Zanetti. Tak ada satupun pemain yang lebih besar dari klub.Icardi is a great striker, not really great as a captain yet.

Hasil negatif kompetisi lokal dan kompetisi eropa memaksa De Boer lengser dari kursi kepelatihan Inter, berita - berita negatif kembali menyorot Inter sebagai konsekuensinya. Kemudian, Inter di hubungkan dengan beberapa nama pelatih sebagai pengganti De Boer yang pada akhirnya Inter memperkerjakan Stefano Pioli sebagai pelatih. Bukan pekerjaan mudah bagi Pioli untuk mengangkat Inter dari bawah, namun jauh dari perkiraan Pioli mampu mengangkat Inter bersaing memperebutkan spot UCL. Pioli mampu membawa Inter memenangi pertandingan secara beruntun, walaupun pada akhirnya harus terhenti kala menjamu Roma. Progress permainan Inter terhenti kala lawatannya ke Turin berakhir imbang, 1 angka yang berarti harapan untuk bermain di UCL menipis. Setelah pertandingan tersebut Inter kembali mengalami fase - fase kritis yang pada akhirnya membuat Stefano Pioli menyampaikan surat pengunduran dirinya. Keputusan pengunduran Pioli di tolak oleh jajaran manajemen Inter, sebuah keputusan bijak sampai selang beberapa hari Inter mengumumkan pemecatan Pioli. How come? Penulis meyakini bahwa sekian banyak dari Interisti menginginkan Pioli tetap bertahan setidaknya hingga akhir musim, selain karena alasan pergantian pelatih dalam tempo yang terlalu singkat tidak akan membawa progres. Di sisi lain, pemecatan Pioli menggambarkan kualitas skuad Inter saat ini, dari sekian banyaknya pemain hanya terdapat 3 yang mengucapkan salam perpisahan. Tidak ada nama captain, bagaimana hal seperti ini bisa terjadi? /

Sebagaimana yang terjadi musim ini, Inter mengalami beberapa kali fase kritis. Jelas kesimpulan, para pemain layak di salahkan lebih dari pada 3 pelatih tersebut. Jatuhnya motivasi akibat menipisnya harapan bermain di UCL bukanlah satu - satunya alasan untuk bermain tanpa tau apa arti Inter. Selain itu, jajaran manajemen adalah orang yang patut di salahkan di atas pemain, buruknya komunikasi dan ketidak sabaran mereka membuat Inter turun dari level yang semestinya.Untuk menjadi tim yang solid, Inter haruslah menjalin kedekatan dan menjaga komunikasi yang baik antara manajemen dan juga pemain sekaligus pelatih, musim ini benar - benar menunjukan kualitas dari Inter di semua aspek. Semoga musim ini adalah titik balik untuk musim depan yang lebih baik bersama pemain dan manajemen yang lebih baik!

     

May, 12 2017

                       
           

Komentar

Postingan populer dari blog ini

To Somebody (Rhyme)

Jangan Sekarang

Cerita Rakyat 2K17